Sunday, June 16, 2024

Idul Adha di Masjid Al Amin, Abdul Mughni Ajak Meneladani Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail

 

Ustadz Abdul Mughni, SPdI, MPd, dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang,saat menya
mpaikan  khutbah Idul Adha 1445H/2024 di Masjid Al AMin Sawojajar. 

Suasana khusyuk menyelimuti Masjid Al Amin saat pelaksanaan Shalat Idul Adha 1445 H/2024 M, Senin (17/6/2024). Shalat yang diikuti oleh warga RW 12 dan sekitarnya ini diimami oleh ustadz Abdul Mughni, SPdI, MPd, dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang.

Dalam khutbahnya, ustadz Abdul Mughni menyampaikan tema “Ketahanan Keluarga sebagai Implementasi dari Nilai Luhur Kisah Nabi Ibrahim AS”.

Ia mengajak para jamaah untuk meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim As dan Ismail As, serta Siti Hajar, dan memaknainya dalam kehidupan sehari-hari.

“Berkurban bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi merupakan tekad untuk mengorbankan sesuatu demi mencapai derajat takwa dan keridhaan Allah,” ujar ustadz Mughni.

Ia pun menyebut sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ash-Shaffat ayat 37, yang menegaskan bahwa bukan daging atau darah kurban yang sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan kita. Kurban adalah manifestasi syukur atas nikmat Allah dan bentuk ibadah yang ikhlas demi mendekatkan diri kepada-Nya.

Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kota Malang ini memaparkan, dalam kehidupan sehari-hari, setiap ayah dapat menjadi Ibrahim, setiap ibu dapat menjadi Hajar, dan setiap anak dapat menjadi Ismail. Ayah memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik keluarga, memerlukan komitmen tinggi, pengorbanan tenaga, waktu, biaya, dan pikiran. Tantangan datang dari berbagai arah, baik dari dalam maupun luar, menguji seberapa kuat keyakinan dan komitmen kita. Ayah harus menjadi teladan bagi anak-anak, mendidik dengan contoh nyata dan keteguhan hati.

Ibu juga berperan penting, meneladani Hajar yang penuh ketabahan. Ibu harus mengutamakan pendidikan anak-anaknya, meskipun harus mengorbankan keinginan pribadi. Kehadiran ibu sangat penting untuk membentuk keteguhan hati dan keyakinan anak-anak, mendampingi mereka dengan doa, kesabaran, dan maaf yang tulus.

“Generasi yang kuat lahir dari ibu yang berhati tabah dan berjiwa kuat, mendidik anak-anak menjadi dermawan dan peduli terhadap sesama,” tandasnya.

Ia menyebutkan, menjadikan keluarga yang memiliki ketahanan akidah yang kokoh sangat banyak godaan di tengah gempuran ideologi yang sering tampak kelabu dan membingungkan. Globalisasi ibarat air bah yang menerjang dan menyeret apa saja, sosial media telah merebut hati dan perhatian anak-anak kita. Bahkan teknologi sudah menjadi guru baru dalam kehidupan sekarang.

“Di sinilah pentingnya kehadiran kita sebagai orang tua untuk membantu anak-anak memfilter pengaruh tersebut agar tetap pada tauhid yang lurus,” ujar pria yang pernah menjabat kepala MIN 1 Kota Malang ini.

Ustadz Mughni melanjutkan, pendidikan agama dalam keluarga mencakup aspek tauhid, akhlak, ibadah, dan muamalah. Ia pun mengutip pendapat Prof Dr Zakiah Darajat bahwa metode yang tepat adalah keteladanan, pembiasaan, dan cerita.

"Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhari). Lingkungan keluarga yang baik sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai akidah dan akhlak terpuji,” ujarnya.

Ustadz Mughni menyebutkan bahwa Allah menegaskan pentingnya pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-19, yang menyatakan pentingnya akidah, ibadah, akhlak, sosial, dan ilmu pengetahuan. Di antara pendidikan akidah terdapat dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi: "Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar.'"

Menurutnya, ayah dan ibu memiliki tugas mulia namun berat di hadapan Allah. Ayah harus siap berkorban demi ketahanan keluarga, dan ibu harus mengutamakan pendidikan anak-anaknya di atas kepentingan pribadi. Jika orang tua dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, Allah akan menurunkan rahmat-Nya, seperti air zam-zam yang melimpah.

Anak-anak juga memiliki peran penting dalam keluarga. Mereka harus berusaha meniru nabi Ismail dengan berbakti kepada orang tua dan mengisi waktu dengan perilaku terpuji serta akhlak mulia. Masa muda harus dimanfaatkan untuk belajar demi masa depan, karena negeri ini memerlukan pemuda yang siap menjadi pemimpin, mengelola sumber daya alam, memajukan teknologi, dan mewujudkan kemakmuran bersama. Untuk mencapai semua itu diperlukan perjuangan dan pengorbanan tenaga, waktu, biaya, pikiran, dan doa.

Sebelum meminta berkah dan restu dari guru, ulama, atau habaib, anak-anak harus meminta restu dari orang tua. Doa dan restu orang tua adalah jalan menuju surga. Jadilah anak-anak yang mampu meniru nabi Ismail, membanggakan kedua orang tua, dan meraih keridhaan Allah.

Namun, kurban dalam konteks keluarga tidak hanya berarti mengorbankan hewan, tetapi juga memberikan waktu dan kesabaran untuk memahami orang tua di masa tua. Ketika orang tua berperilaku di luar dugaan, anak-anak harus sabar dan tidak emosi. Jangan menertawakan ketidaktahuan orang tua, tetapi bantulah mereka.

Ia menegaskan, hakikat kurban adalah mencari ridha Allah untuk mencapai derajat takwa, karena yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat: 13).  (hen)


                                                                     ********

Foto lain Khutbah Idul Adha 1445 H/2025:










0 comments:

Post a Comment