|
Ustadz Abdul Mughni, SPdI, MPd, dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang,saat menya |
mpaikan khutbah Idul Adha 1445H/2024 di Masjid Al AMin Sawojajar.
Suasana khusyuk menyelimuti Masjid Al Amin saat pelaksanaan Shalat
Idul Adha 1445 H/2024 M, Senin (17/6/2024). Shalat yang diikuti oleh warga RW
12 dan sekitarnya ini diimami oleh ustadz Abdul Mughni, SPdI, MPd, dari
Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang.
Dalam khutbahnya, ustadz Abdul Mughni menyampaikan tema “Ketahanan Keluarga sebagai
Implementasi dari Nilai Luhur Kisah Nabi Ibrahim AS”.
Ia mengajak para jamaah untuk meneladani pengorbanan Nabi
Ibrahim As dan Ismail As, serta Siti Hajar, dan memaknainya dalam kehidupan
sehari-hari.
“Berkurban bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi merupakan
tekad untuk mengorbankan sesuatu demi mencapai derajat takwa dan keridhaan
Allah,” ujar ustadz Mughni.
Ia pun menyebut sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
Ash-Shaffat ayat 37, yang menegaskan bahwa bukan daging atau darah kurban yang
sampai kepada Allah, melainkan ketakwaan kita. Kurban adalah manifestasi syukur
atas nikmat Allah dan bentuk ibadah yang ikhlas demi mendekatkan diri
kepada-Nya.
Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kota Malang ini memaparkan, dalam
kehidupan sehari-hari, setiap ayah dapat menjadi Ibrahim, setiap ibu dapat
menjadi Hajar, dan setiap anak dapat menjadi Ismail. Ayah memiliki tanggung
jawab besar dalam mendidik keluarga, memerlukan komitmen tinggi, pengorbanan
tenaga, waktu, biaya, dan pikiran. Tantangan datang dari berbagai arah, baik
dari dalam maupun luar, menguji seberapa kuat keyakinan dan komitmen kita. Ayah
harus menjadi teladan bagi anak-anak, mendidik dengan contoh nyata dan
keteguhan hati.
Ibu juga berperan penting, meneladani Hajar yang penuh
ketabahan. Ibu harus mengutamakan pendidikan anak-anaknya, meskipun harus
mengorbankan keinginan pribadi. Kehadiran ibu sangat penting untuk membentuk
keteguhan hati dan keyakinan anak-anak, mendampingi mereka dengan doa,
kesabaran, dan maaf yang tulus.
“Generasi yang kuat lahir dari ibu yang berhati tabah dan
berjiwa kuat, mendidik anak-anak menjadi dermawan dan peduli terhadap sesama,”
tandasnya.
Ia menyebutkan, menjadikan keluarga yang memiliki ketahanan
akidah yang kokoh sangat banyak godaan di tengah gempuran ideologi yang sering
tampak kelabu dan membingungkan. Globalisasi ibarat air bah yang menerjang dan
menyeret apa saja, sosial media telah merebut hati dan perhatian anak-anak
kita. Bahkan teknologi sudah menjadi guru baru dalam kehidupan sekarang.
“Di sinilah pentingnya kehadiran kita sebagai orang tua untuk
membantu anak-anak memfilter pengaruh tersebut agar tetap pada tauhid yang
lurus,” ujar pria yang pernah menjabat kepala MIN 1 Kota Malang ini.
Ustadz Mughni melanjutkan, pendidikan agama dalam keluarga
mencakup aspek tauhid, akhlak, ibadah, dan muamalah. Ia pun mengutip pendapat Prof
Dr Zakiah Darajat bahwa metode yang tepat adalah keteladanan, pembiasaan, dan
cerita.
"Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi (HR. Bukhari). Lingkungan keluarga yang baik sangat penting dalam
menanamkan nilai-nilai akidah dan akhlak terpuji,” ujarnya.
Ustadz Mughni menyebutkan bahwa Allah menegaskan pentingnya
pendidikan dalam surat Luqman ayat 12-19, yang menyatakan pentingnya akidah,
ibadah, akhlak, sosial, dan ilmu pengetahuan. Di antara pendidikan akidah
terdapat dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi: "Dan ingatlah ketika
Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
Allah itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar.'"
Menurutnya, ayah dan ibu memiliki tugas mulia namun berat di
hadapan Allah. Ayah harus siap berkorban demi ketahanan keluarga, dan ibu harus
mengutamakan pendidikan anak-anaknya di atas kepentingan pribadi. Jika orang
tua dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, Allah akan menurunkan rahmat-Nya,
seperti air zam-zam yang melimpah.
Anak-anak juga memiliki peran penting dalam keluarga. Mereka
harus berusaha meniru nabi Ismail dengan berbakti kepada orang tua dan mengisi
waktu dengan perilaku terpuji serta akhlak mulia. Masa muda harus dimanfaatkan
untuk belajar demi masa depan, karena negeri ini memerlukan pemuda yang siap
menjadi pemimpin, mengelola sumber daya alam, memajukan teknologi, dan mewujudkan
kemakmuran bersama. Untuk mencapai semua itu diperlukan perjuangan dan
pengorbanan tenaga, waktu, biaya, pikiran, dan doa.
Sebelum meminta berkah dan restu dari guru, ulama, atau
habaib, anak-anak harus meminta restu dari orang tua. Doa dan restu orang tua
adalah jalan menuju surga. Jadilah anak-anak yang mampu meniru nabi Ismail,
membanggakan kedua orang tua, dan meraih keridhaan Allah.
Namun, kurban dalam konteks keluarga tidak hanya berarti
mengorbankan hewan, tetapi juga memberikan waktu dan kesabaran untuk memahami
orang tua di masa tua. Ketika orang tua berperilaku di luar dugaan, anak-anak
harus sabar dan tidak emosi. Jangan menertawakan ketidaktahuan orang tua,
tetapi bantulah mereka.
Ia menegaskan, hakikat kurban adalah mencari ridha Allah untuk
mencapai derajat takwa, karena yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka
yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat: 13).
(hen)
********
Foto lain Khutbah Idul Adha 1445 H/2025: